CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Minggu, 09 Mei 2010

All You Need is Love~(2)


“ada tumor di otaknya, dan sepertinya sudah menjadi kanker, tapi, kami masih menunggu hasil pemeriksaan”. 2 hari kemudian, hasil pemeriksaan keluar, dan hasilnya?, Abi menderita kanker otak, dia tidak bilang stadium berapa, karena aku juga tidak mau dengar, sudah cukup hancur, aku mendengar Abi kena penyakit separah itu. sudah 2 minggu Abi tidur di ruang ICU, dan selama itulah tidak ada tanda-tanda kedatangan orang tua Abi, padahal semua teman-teman, guru-guru dan tentunya keluarga dan semua mantan pacar Abi sudah menjenguk, tapi, mereka, yang seharusnya jadi orang pertama yang melihat tubuh Abi yang dililiti banyak selang di ruang ICU, malah menjadi orang terakhir, orang yang sangat terlambat, datang menjenguk Abi. Di hari ke-24 Abi dirawat, mereka datang menjenguk, bersama Eka yang langsung menangis begitu melihat Abi. Eka terlihat begitu merasakan apa yang Abi rasakan, terlihat dari tangisnya, lirih.

“om, tante, kenapa baru datang? Abi sudah hampir 1 bulan disini!!”. Aku tidak bisa menahan emosiku, mereka terlihat seperti menjenguk anak tetangga yang sekarat, ekspresi yang datar.

“Tante dan Om, baru pulang dari Singapura, Eka baru selesai di terapi, jadi baru bisa kemari, Sa..”. meski alasan ini masuk akal, tapi tetap saja, hal lain bisa mereka lakukan jika mereka ingin menjenguk Abi, jika mereka sadar..

“seharusnya om dan tante datang lebih awal...”. aku pergi meninggalkan ICU, aku menyesalkan semua orang yang hanya bisa menelepon orang tua Abi, padahal Abi sangat membutuhkan mereka, aku benar-benar merasakan apa yang Abi rasakan, selama Abi sakit, entah mengapa nafsu makanku menurun, aku malas melakukan apapun. Saat Abi dirawat, Rifal, sepupu kami, juga sakit, dia patah tulang saat berlatih basket, aku sempat melihatnya, karena aku juga lumayan dekat dengan Rifal, aku dan Abi rutin berlatih basket dengan Rifal di taman setiap minggu pagi, jadi aku pergi menjenguknya, kebetulan Rifal dirawat di rumah sakit yang sama. Tapi, seharusnya aku tidak menjenguk Rifal, karena aku hanya iri dibuatnya, aku melihat Rifal sedang ditemani Ibunya, kakinya terus-menerus dielus secara perlahan oleh ayahnya, dan setiap Rifal menginginkan sesuatu, ibu dan ayahnya langsung menyuruh orang suruhan mereka untuk menyediakan apa yang Rifal minta. untung Abi tidak ikut menjenguk, kalau tidak Abi pasti sudah mengamuk karena iri setengah mati. Ketika aku kembali ke kamar Abi, orang tua Abi sudah pergi, opa bilang Eka masih harus banyak istirahat, tapi bagiku, itu hanya alasan orang tua ABI untuk menghindari Abi, aku tidak mengerti, kenapa Abi diperlakukan seperti itu, aku juga makin tidak mengerti kata-kata “semua bayi lahir dalam keadaan suci, putih bersih, tanpa dosa”, jika ungkapan itu benar, tidak seharusnya kami bernasib seperti ini, aku meragukan jika kami yang salah, mereka yang salah, tapi mengapa mereka memperlakukan kami seperti ini? Jika anak yang lain bisa mendapatkan kasih sayang dari orang tua mereka, kenapa kami tidak?, dunia ini memang sangat tidak adil bagi kami. “tiada yang sempurna didunia ini” sedikit banyak aku telah mengerti kata-kata itu, manusia memang tidak ada yang sempurna, jika seseorang punya A, dia tidak akan punya B, jika seseorang punya B, dia tidak akan punya A, dan yang tidak dipunya, namanya kelemahan. Kami tidak punya A, tapi kami juga tidak punya B, meski aku punya keluarga yang cukup besar, tiada satupun yang memperlakukan aku dan Abi sebagai anak mereka, kami tidak punya keduanya, dan ini sangat tidak adil. Malamnya, aku memutuskan untuk tidak tidur, aku ingin memani Abi, aku duduk di depan pintu kamarnya, tapi sial, lama-kelamaan aku tertidur, dan terbangun, aku merasa Abi memanggilku, dan benar saja, ketika aku berdiri, aku lihat dokter memasuki kamar Abi.

“Sa, Abi sudah siuman, masuklah, dia memanggilmu..”. Apa? Abi siuman?, tanpa banyak berpikir, aku masuk ke dalam, dan mendapati Abi dalam keadaan terduduk, Abi sudah bisa duduk?, sudah berapa lama aku tertidur?.

“Sa..”. aku memeluk Abi, suaranya masih lemah, tapi aku percaya ini awal kesembuhan Abi.

“Bi, elo..apa yang lo rasain? Mana yang sakit Bi?”. Bukanya menjawab, Abi malah tersenyum mendengarnya.

“enggak boleh ada yang nanyain kondisi gue, karena jawabannya udah jelas, gue baik Sa”. Nafasku kembali lega, Abi akan sembuh, pikirku.

“BI, kemaren, bokap ama..”.

“gue tahu, mereka kemari?”. Abi tahu?. Gue menggangguk.

“gue telepon mereka sekarang ya Bi?”. Entah kenapa Abi tiba-tiba memelukku.

“Bi?”.

“Sa, bilang mereka ya, gue sayang, dibalik perlakuan mereka sama gue, gue sayang sama mereka, terutama, Eka..hhh..hh”. nafas Abi tiba-tiba tak karuan, Abi memengangi dadanya.

“Sa..gue..ra..sa..hhh.. elo ta..hu apa yang..ha..hhrus..elo lakuin..bu..at..gue..hhh”. kata-kata ABI tersendat, bercampur dengan susahnya Abi bernafas. Dokter langsung mengangi Abi, aku diusir dari kamar Abi. Ketika dokter keluar, dia menampakan wajah putus asa yang aku benci, ingin rasanya aku menampar wajahnya hingga kacamata yang ia pakai pecah.

“kami sudah berusaha, tapi ternyata Tuhan berkehendak lain”. Tolong jangan bermain tebak kata atau tebak kalimat. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang dokter ketakan, tapi semuanya clear ketika aku melihat oma dan opa menangis, Reno memelukku dan pecahnya tangis semua keluargaku diruang tunggu khusus pasien ICU.

“Sa, kamu sabar ya”. Yang aku tahu, sejak itu aku tidak pernah berhenti menangis, bahkan ketika aku melihat wajah Abi yang bersih untuk terakhir kalinya, ketika Abi dimandikan, dikafani, disolatkan, dan dikuburkan, aku serasa kehilangan setengah jiwaku, Abi memang orang yang sangat berarti untukku, bahkan lebih dari sekedar pacar, Abi sahabatku sekaligus sepupuku yang paling sering, bahkan selalu menemaniku, dan kini, satu-satunya orang yang mencintaiku, pergi, selama-lamanya. aku melakukan keinginan ABi yang terkhir, aku menelepon semua teman-teman Abi dan menyampaikan permintaan maaf Abi. Keesokan harinya, Eka, saudara kembar Abi, meninggal dunia, ketika aku datang ke acara pemakamannya, wajah orang tua Abi basah karena air mata, dia meminta maaf padaku karena tidak bisa melayat Abi, aku hanya mengangguk kesal, semuanya sudah terlanjur, Abi sudah pergi, dan sekarang aku sedikit lega karena disana Abi ada teman, aku juga tidak mengucapkan sepatah kata maafpun dari Abi, karena Abi tidak pernah salah, mereka yang salah.

Lagi-lagi, orang yang kuharapkan cintanya, pergi untuk selama-lamanya. Abi sedikit banyak sudah memberikan cintanya padaku, seakan takdir tak rela melihat ada yang mencintaiku, dia mengambil Abi, dan Abi takkan bisa diambil kembali, olehku, kecuali, aku yang diambil takdir ke tempat Abi.

0 Komentar:

Posting Komentar

if you like my article or writing.
please leave me your comment for supporting me to write better.
thanks:D