CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Minggu, 09 Mei 2010

All You Need is Love~ (1)




All You Need Is Love~

Semua yang kau perlu, adalah Cinta. Benarkah? Jika kau lapar? Kau perlu cinta?, jika kau haus, kau perlu cinta?, apa bukankah makanan atau minuman?, awalnya aku berpikir, ya!, untuk apa sesuatu yang tak berwujud alias gaib bernama Cinta itu ada, cinta tidak bisa mengubah apapun, kecuali hati yang merekah, cinta ubah menjadi layu, hanya itu yang ku tahu, soal cinta, soal bagaimana cinta menghancurkan semua kehidupanku. Aku Ressa, bukan Ressa Herlambang yang penyanyi itu, tapi Ressa Akbar Naffal, aku adalah orang yang hidup tanpa cinta disekelilingku, sejak lahir. Aku lahir dimalam Takbir, ketika aku hadir ke dunia ini, aku rasa yang pertama kali orangtuaku pikirkan, bukanlah sebuah nama yang indah untukku, bukan meng-adzaniku, tapi bagaimana cara menyingkirkanku, sesegera mungkin. Aku tidak tahu, mengapa hingga usiaku 7 tahun, aku masih hidup dan menyaksikan bagaimana ibu dan ayahku bertengkar setiap harinya, mereka saling memukul, di usiaku yang 8, tepat saat ulang tahunku yang ke-8, aku mendapat kenyataan, bahwa orang yang sangat kuharapkan cintanya, kakekku, meninggalkan ku, selama-lamanya, setelahnya nenekku yang menjagaku sudah tidak ada dimana-mana ketika aku bangun pagi, dan aku tidak pernah melihatnya lagi, beberapa minggu kemudian ayahku juga pergi, dia bilang akan mencari oma, tapi, sama seperti oma, dia tidak pernah kembali. Aku bukan berasal dari keluarga kurang mampu, dan aku bukan hasil dari hubungan gelap, orang tuaku, mereka menikah karena perjodohan yang konyol dan tolol, seenak dengkul kakek-nenekku menjodohkan mereka dan menghasilkan pertengkaran hebat setiap harinya dan berujung perginya mereka berdua, meninggalkan aku, yang sama sekali tidak minta dilahirkan, tidak tahu apa-apa, dan tidak berdaya. Diantara kejadian yang terjadi di 8 tahun hidupku, hanya satu yang merupakan kejadian baik, aku dijemput opa-oma ku dari pihak ibu, aku dibawa ke rumah mereka, aku tinggal disana dan diperkenalkan kepada sepupuku, mereka orang-orang hebat, diantaranya ada Abi, dia orang yang paling cocok denganku, aku dan Abi sudah cocok sejak pertama kali kami bertemu dikotak pasir di halaman belakang rumah Opa, hingga aku berumur 14 tahun, aku dan Abi punya kisah hidup yang sama, tapi buatku, Abi lebih beruntung, dan Abi mengatakan hal yang sama, Abi dipisahkan dari saudara kembarnya, Eka, yang kata Abi, dia lebih penting bagi orang tuanya, yang aku tahu hanya Eka punya penyakit parah sejak kecil, dan agar orang tuanya bisa konsentrasi merawat Eka, mereka menyerahkan Abi sejak kecil ke rumah Opa, bagiku itu sangat tidak adil, dan ternyata Abi mengatakan hal yang sama, “apa aku harus sakit lebih parah dari Eka, kalau aku ingin tinggal dengan orang tua-ku, Sa?” tanya Abi padaku dihari ulang tahun Abi yang ke-14, dan aku hanya bisa mengelus punggungnya. Aku dan Abi sama, sama bandelnya, sama badungnya, sama gilanya, sama-sama susah di nasehati Opa, setiap hari, aku dan Abi dimarahi Opa sepulang sekolah, tepatnya sepulang sekolah dan main. Kami memang terlalu cepat mengenal dunia malam, kami pergi ke bar, minum, dan pulang dengan wanita. Jika sedang dikurung, tidak boleh pergi keluar, aku dan Abi biasanya menonton film jorok, atau orang sering menyebutnya blue film (bf), aku dan Abi punya banyak koleksi bf dan majalah dewasa, tapi aku melihat perubahan di diri Abi, aku melihatnya solat di malam hari, aku tidak tahu dia solat apa, karena aku tidak mendengar adzan sebelumnya, jadi kutanya.

“Bi, ngapain lo?”. Tanyaku, lalu Abi menoleh sedikit ke arahku, dia terdiam, lalu menjawab.

“sedikit meminta maaf, Sa”. Dari jawabannya, dari kata-katanya, dari nada bicaranya, aku tahu Abi sedang punya masalah. Aku masuk ke mushala kecil itu, dan ikut Abi menyender di dindingnya, aku memandang langit-langit yang bertuliskan kaligrafi Allah.

“gue capek, Sa”. Aku menoleh, mengehela nafas, dan kembali menatap langit-langit.

“gue juga, Bi”.

“ternyata, usaha keras kita sama sekali gelap, sampe enggak kelihatan sama mereka”.

“itu karena mereka enggak punya mata lagi, Bi”.

“elo bener, Sa, mereka enggak punya mata, mata hati”.

Dan Abi pun menghela nafas panjang. Aku dan Abi sangat ingin kehidupan normal, aku dan Abi, iri, melihat sepupu kami yang lain begitu menyatu dengan keluarganya, mereka punya warna yang lain, mereka bisa menyandarkan diri mereka pada orang tua yang menyediakan selimut wool tebal, lalu menyelimuti mereka yang bersandar dan kedinginan. Aku dan Abi berusaha menarik perhatian orang tua kami, dengan cara yang sedikit keras, yaitu, nakal, aku dan Abi sudah melakukan segala bentuk kenakalan remaja, tapi hanya bentakan yang keluar dari mulut opa, hanya pengucilan dari keluarga kami dan teman-teman kami, usaha ini membuat kami semakin sendiri, dan itu tidak berhasil membuat orang tua kami menoleh pada kami, padahal kami sudah memberanikan diri, melukai diri sendiri, tanpa henti, tapi tetap saja tidak berhasil, dan kini, Abi bilang, dia sudah lelah, dan aku pun merasakan hal yang sama.

“Sa, gue enggak bisa kayak gini terus”. Sepertinya Abi mulai menangis.

“gue capek Sa, gue enggak tahu lagi gimana caranya buat mereka sadar Sa..kalau mereka punya anak selain Eka”.

Benar saja, Abi menangis, aku memegang bahunya, aku tahu, kemarin, sekitar 3 hari yang lalu, kami yang kembali bolos sekolah, kebetulan melihat Eka turun dari mobil sembari dipapah ibu dan ayahnya, tentu saja mereka ibu dan ayahnya Abi, mereka terlihat bahagia sekali, mereka tertawa dan mengantarkan Eka sampai ke dalam sekolah, keadaan mereka sangat berbeda sekali dengan keadaan Abi, Abi langsung terduduk lesu melihat itu.

“udah Bi, lupain aja soal yang kemarin..”.

“iyah Sa, gue lagi usaha buat itu, tapi...”.

“gue rasa ini enggak adil Sa, buat gue, gue juga anak mereka Sa, gue juga pantes mereka perlakuin kayak begitu, gue...”. Abi kini bukan saja menangis, tapi terisak.

“setidaknya gue senang ngeliat mereka bahagia..”. Tangis Abi mengecil, tapi aku tahu, rasa sakit dihatinya makin parah, dan lukanya makin membesar. Aku dan Abi sama sekali tidak mau menjadi anak yang nakal, hanya saja, menurut kami, ini jalan satu-satunya agar orang tua kami, pulang, atau sekedar menoleh, pada kami. Esoknya, aku terbangun dan mendapatkan Abi masih tertidur dengan wajah pucat, begitu aku raba keningnya, Abi demam, keningnya panas, dan ada keringat yang menetes di sekitar keningnya, dan..darah segar yang mengucur dari hidungnya, tanpa banyak waktu, aku bangun dan memanggil Oma di dapur, Oma pun bergegas ke kamar kami, aku, opa dan oma membawa Abi ke rumah sakit, keesokan harinya, Abi masuk ICU.



kalau ada yang perlu dibenerin, kasih tahu ya?!

0 Komentar:

Posting Komentar

if you like my article or writing.
please leave me your comment for supporting me to write better.
thanks:D